Senin, 10 Juni 2013

Diare



MAKALAH EPID P2M
“DIARE”
Pengampu : Yuliaji Siswanto, S.KM, M.Kes (Epid)


Di susun oleh kelompok 4 :
Nining Lestari             (020111a015)
Nur Kakim                  (020111a016)
Putri Janurwati            (020111a18)
Yulianti Sulastri          (020110a049)
Sandra Kurnia             (020109a024)
L. Herpian Mazhak     (020801010)

PROGRAM STUDI  KESEHATAN MASYARAKAT
STIKES NGUDI WLUYO
2013

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Dengan ucapan alhamdulillahirobbil Alamin, Karena atas berkat Rahmat- Nya yang diberikan kepada kita terutama nikmatul imaniwal islam, diantara beberapa nikmat tersabut sehingg penulis dapat menyelesaikan makalah kami yang berjudul tentang “ Penyakit Diare ”.

Penulis menyadari bahwa makalah kami ini jauh dari kesempurnaan dan tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak baik langsung maupun tidak langsung. Dalam kesempatan ini kami menyampaikan terima kasih kepada pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini, kami telah berusaha semaksimal mungkin untuk menyajikan yang terbaik. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan saran dan kritikan yang bersifat membangun dari pembaca untuk kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan dapat dipergunakan dengan sebaik-baiknya.



                                                                                                Ungaran, 10  juni 2013
                       
                                                                                                            Penulis            
                                                                                                            Kelompok 4               



BAB I

PENDAHULUAN


Penyakit diare di Indonesia sampai saat ini masih merupakan salah satu penyakit endemis dan masih sering menimbulkan kejadian luar biasa (KLB) di masyarakat oleh karena seringnya terjadi peningkatan kasus-kasus pada saat atau musim-musim tertentu yaitu pada musim kemarau dan pada puncak musim hujan (Sunoto, 1990). Penyakit diare masih termasuk dalam 10 penyakit terbesar di Indonesia tahun 1999 sebesar 5 per 1000 penduduk dan menduduki urutan kelima dan 10 penyakit terbesar.
Penyakit diare masih sering menimbulkan KLB (Kejadian Luar Biasa) seperti halnya Kolera dengan jumlah penderita yang banyak dalam waktu yang singkat. Namun dengan tata laksana diare yang cepat, tepat dan bermutu kematian dapat ditekan seminimal mungkin.
Diare hingga kini masih merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian pada bayi dan anak-anak. Saat ini morbiditas (angka kesakitan) diare di Indonesia mencapai 195 per 1000 penduduk dan angka ini merupakan yang tertinggi di antara negara-negara di Asean (kalbe.co.id). Diare juga masih merupakan masalah kesehatan yang penting di Indonesia. Walaupun angka mortalitasnya telah menurun tajam, tetapi angka morbiditas masih cukup tinggi Penanganan diare yang dilakukan secara baik selama ini membuat angka kematian akibat diare dalam 20 tahun terakhir menurun tajam. Walaupun angka kematian sudah menurun tetapi angka kesakitan masih cukup tinggi. Lama diare serta frekuensi diare pada penderita akut belum dapat diturunkan.





1.      Apa diare itu ?
2.      Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kejadian diare ?
3.      Sebutkan gejala penyakit diare ?
4.      Apa saja penyebab terjadinya diare ?
5.      Jelaskan riwayat alamiah diare ?
6.      Jelaskan prevalensi diare ?
7.      Bagaimana penyebaran dan cara penularan penyakit diare ?
8.      Apa saja jenis-jenis  diare itu?
9.      Bagaiman cara pencegahan dan perawatan diare ?

1.      Mengetahui pengertian diare
2.      Mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kejadian diare
3.      Mengetahui gejala penyakit diare ?
4.      Mengetahui penyebab terjadinya diare ?
5.      Mengetahui riwayat alamiah diare ?
6.      Mengetahui prevalensi diare ?
7.      Mengetahui penyebaran dan cara penularan penyakit diare ?
8.      Mengetahui jenis-jenis  diare itu?
9.      Mengetahui cara pencegahan dan perawatan diare ?










Diare adalah adalah kondisi di mana terjadi frekuensi defekasi yang abnormal (lebih dari 3 kali per hari) serta perubahan dalam isi (lebih dari 200 gram per hari) dan konsistensi (feses cair). Pada definisi ini jelas menyebutkan frekuensi diare terjadi lebih dari 3 kali dalam sehari. (Smeltzer, 2002).
Diare juga merupakan keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih dari 3 kali pada anak dengan konsistensi feses encer dapat berwarna hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah atau lendir saja (WHO,1980).
Definisi diare yang diberikan oleh Depkes RI (2003) adalah penyakit yang ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi feses melembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar (BAB) lebih banyak dari biasanya (lazimnya 3 kali atau lebih dalam sehari).
Diare merupakan keadaan dimana seseorang menderita mencret-mencret, tinjanya encer,dapat bercampur darah dan lendir kadang disertai muntah-muntah. Sehingga diare dapat menyebabkan cairan tubuh terkuras keluar melalui tinja. Bila penderita diare banyak sekali kehilangan cairan tubuh maka hal ini dapat menyebabkan kematian terutama pada bayi dan anak-anak usia di bawah lima tahun (Ummuauliya. 2008).
Beberapa definisi yang telah disebutkan di atas, menjelaskan definisi diare berdasarkan konsistensi dan bentuk tinja (feses) yang melembek dengan atau tanpa menunjuk pada frekuensi diarenya. Bahkan definisi diare yang diberikan WHO secara spesifik juga menyebutkan diare dengan feses yang berwarna hijau, bercampur lendir dan atau darah. Dengan demikian, secara umum berdasarkan beberapa definisi diare dapat disebutkan bahwa diare adalah penyakit yang ditandai dengan buang air besar yang sering melebihi keadaan biasanya dengan konsistensi tinja yang melembek sampai cair dengan atau tanpa darah dan atau lendir dalam tinja.



Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian diare antara lain faktor gizi. kepadatan penduduk, sosial ekonomi, perilaku, dan kesehatan lingkungan (Sutoto.1992 ) :
1.      Faktor Gizi
Beratnya dan lamanya diare sangat dipengaruhi oleh status gizi penderita. Pada penelitian yang cermat insiden diare pada anak bergizi kurang ternyata saran dengan anak yang gizinya baik. Namun anak yang gizinya menderita diare lebih berat dan keluaran tinja lebih banyak sehingga dehidrasi lebih berat. Juga diare pada anak bergizi kurang berlangsung lebih lama, sebagian karena penyembuhan dan perbaikan kerusakan usus akibat infeksi lebih lambat terjadi pada anak yang gizinya kurang (Depkes RI. 1990).
Jadi proses diare dan gizi kurang merupakan lingkaran setan. Diare mendorong anak ke arah gizi kurang, dan gizi kurang mendorong anak ke arah diare yang lebih berat. Bila lingkaran ini tidak diputus pada waktunya mungkin dapat amat berat atau karena infeksi lain menimbulkan kematian, karena diare yang misalnya penemonia. (Depkes RI, 1990).
2.      Faktor Kepadatan Penduduk
Jumlah penduduk yang padat dapat memudahkan terjadinya penularan diare. Kelompok usia di bawah lima tahun merupakan kelompok umur yang paling banyak menderita diare. Penelitian tentang hubungan pengetahuan, sikap dengan kejadian diare pada anak balita yang tinggal bersama ibu dan jumlah anggota keluarga banyak mempunyai hubungan yang bermakna. (Tandiyo, 1984).
Selain itu rumah tinggal dengan kepadatan 10 meter persegi atau lebih untuk tiap orang, didapati kejadian diare anak balita 10,3 % di kota dan 9,7 % di desa. Sedangkan kepadatan kurang dari 10 meter persegi tiap orang 11,8 % dan 13,5 %.
Rumah tinggal merupakan kebutuhan pokok disamping sandang dan pangan. Demi kenyamanan tinggal di rumah maha seharusnya rumah memenuhi kebutuhan kondisi tempat tinggal yang sehat. Rumah yang sehat dengan memenuhi tata ruang yang memenuhi syarat dapat menghindari terjadinya dan menularnya penyakit. Kepadatan hunian adalah satu unsure kenyamanan tinggal di rumah, perlu dipikirkan dan diupayakan 10 meter persegi atau lebih tiap orang, mengingat kepadatan hunian termasuk factor yang mempunyai pengaruh dominan terhadap kejadian diare anak balita. Dalam analisis ini hampir 60,% anak balita tinggal di rumah dengan kepadatan kurang dari 10 meter persegi tiap orang. Anilisis faktor ini menunjukkan anak-anak balita yang tinggal di rumah dengan kepadatan kurang dari 10 meter persegi tiap orang mempunyai resiko menderita diare 1,37 kali dibanding anak balita yang tinggal di rumah dengan kepadatan 10 meter persegi atau lebih tiap orang. Risiko ini mengingat menjadi 1,85 setelah kepadatan hunian berinteraksi dengan faktor sosial demografi dan lingkungan yang lain (Joko Iriantc dkk ; Analisis Lanjut SDKI, 1994).
3.      Faktor Sosial Ekonomi
Sosial ekonomi masyarakat yang rendah dapat mempengaruhi tingkat partisipasi aktif dalam melaksanakan upaya pelayanan kesehatan masyarakat, misalnya meningkatkan fasilitas kesehatan, meningkatkan status gizi masyarakat. Hal ini merupakan faktor yang berhubungan dengan kejadian diare di masyarakat. Selain itu masyarakat yang berpenghasilan rendah pada umumnya mempunyai keadaan sanitasi dan hygiene perorangan yang buruk (Tandiyo, 1984).
4.      Faktor Prilaku Masyarakat
Kebiasaan yang berhubungan dengan keberhasilan. adalah bagian terpenting dalam penularan kuman diare, mengubah kebiasaan tertentu seperti mencuci tangan dapat memutuskan penularan. Mencuci tangan dengan sabun terutama sesudah buang air besar dan sebelum menyiapkan makanan atau makan, telah dibuktikan mempunyai dampak dalam kejadian diare dan harus menjadi sasaran utama dalam pendidikan kebersihan, Sebagai contoh rotavirus dapat terdeteksi dalam air mencuci tangan dari 79 % perawat pasien yang datang dan dirawat di sebuah rumah sakit di Banglades karena diare (Akral, 1990).
Menurut Sunoto (1990) penurunan 14-48 % kejadian diare dapat diharapkan sebagai hasil pendidikan tentang kebersihan dan perbaikan kebiasaan.
Kebiasaan adat istiadat dapat mempeugaruhi kesenatan individu. Oleh sebab itu faktor kebiasaan merupakan faktor yang penting dalam penyebaran terjadinya penyakit diare antara lain penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak saniter. Tindakan penyapihan yang jelek (penghentian ASI yang terlalu dini, susu botol 4-6 bulan pertama) serta kebersihan perorangan (Depkes Rl; Ajar Diare, 1990).
5.      Faktor Kesehatan Lingkungan
Kesehatan lingkungan rnerupakan faktor yang dominan dalam mempengaruhi kejadian diare di masyarakat. Keadaan kesehatan lingkungan yang berkaitan erat dengan diare adalah pengadaan air bersih dan jamban keluarga.
Menurut Warsito Sidik (1986) tidak rnereukupinya kebutuhan air bersih akan menyebabkan masyarakat menggunakan air yang tidak memenuhi syarat kesehatan untuk kebutuhan rumah tangga sehari-hari. Hal ini dapat memudahkan masuknya kuman penyakit dan terkontaminasinya rnakanan yang akan dikonsumsi masyarakat. penggunaan jamban yang tidak saniter akan semudahkan cara penularan penyakit diare. Berdasarkan penelitian Sidik Wasito di Sumedang menunjukkan bahwa pada kelompak keluarga yang membuang kotoran secara saniter mempunyai angka terkena penyakit diare lebih rendah dibandingkan dengan keluarga yang membuang kotoran yang tidak saniter.
Angka kejadian penyakit diare ternyata dipengaruhi pula oleh kwalitas persediaan air bersih (minum) Sutrisno Eram (1977) meingatakan bahwa kejadian tersangka kolera ternyata lebih tinggi di wilayah air dangkal (Kabupaten Sleman, Bantul dan Kodya Yogyakarta). Sedangkan Sumantri dkb: (1979) mendapatkan dari 68 keluarga di pinggiran kota Semarang, sebanyak 17,65 % mempergunakan air minum "baik" dan 82,35 % air minum kotor (rakteri E. Col' positif) dengan kejadian yang berbeda bermakna (ignatius SP; 1980).
Selain itu penggunaan jamban yang benar dapat mengurangi risiko diare lebih baik dari pada perbaikan sumber air, walaupun dampak yang paling tinggi dapat diharapkan dari gabungan kebersihan dan perbaikan sumber air. Hasil penelitian dampak proyek sumber air dan kebersihan 28 negara menunjukkan penurunan angka kesakitan diare 22-27 % dan penurunan angka kematian diare 21-30 % (Sunoto, 1990).
6.      Faktor Musim
Penyakit diare adakalanya dipengaruhi oleh musim. Pada daerah yang bermusim tropis, diare oleh bakteri cenderung terjadi lebih sering pada musim panas. Sedangkan diare oleh virus terutama oleh rotavirus cenderung terjadi Sepanjang tahun dengan peningkatan kekerapan sepanjang bulan musim kemarau. Sedangkan diare oleh bakteri cenderung memuncak pada musim hujan (Depkes KL.Ajar Diare, 1990).
C.    Gejala Diare
Gejala diare atau mencret adalah tinja yang encer dengan frekuensi 4 x atau lebih dalam sehari, yang kadang disertai :
·         Muntah
·         Badan lesu atau lemah
·         Panas
·         Tidak nafsu makan
·         Darah dan lendir dalam kotoran
Rasa mual dan muntah-muntah dapat mendahului diare yang disebabkan oleh infeksi virus. Infeksi bisa secara tiba-tiba menyebabkan diare, muntah, tinja berdarah, demam, penurunan nafsu makan atau kelesuan.
Selain itu, dapat pula mengalami sakit perut dan kejang perut, serta gejal-gejala lain seperti flu misalnya agak demam, nyeri otot atau kejang, dan sakit kepala. Gangguan bakteri dan parasit kadang-kadang menyebabkan tinja mengandung darah atau demam tinggi.
Diare bisa menyebabkan kehilangan cairan dan elektrolit (misalnya natrium dan kalium), sehingga bayi menjadi rewel atau terjadi gangguan irama jantung maupun perdarahan otak.
Diare seringkali disertai oleh dehidrasi (kekurangan cairan). Dehidrasi ringan hanya menyebabkan bibir kering. Dehidrasi sedang menyebabkan kulit keriput, mata dan ubun-ubun menjadi cekung (pada bayi yang berumur kurang dari 18 bulan). Dehidrasi berat bisa berakibat fatal, biasanya menyebabkan syok.
Komplikasi diare yang sering terjadi adalah dehidrasi (ringan sedang, berat, hipotonik,isotonik atau hipertonik), renjatan hipovolemik, hipokalemia (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah, bradikardia, perubahan elektrokardiogram), hipoglikemia, intoleransi sekunder akibat kerusakan vili mukosa usus dan defisiensi enzim laktosa, kejang terjadi juga pada dehidrasi hipertonik dan juga malnutrisi energi protein (akibat muntah dan diare, jika lama atau kronik).
Komplikasi yang jarang terjadi adalah kerusakan saraf, persendian atau jantung, dan kadang-kadang usus yang berlubang. Dorongan yang kuat selama proses buang air besar, menyebabkan sebagian selaput lendir usus keluar melalui lubang dubur (Ummuauliya. 2008).
Etiologi diare dapat dibagi dalam beberapa factor, yaitu:
1)      Faktir infeksi
a.       Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare, yang meliputi: Infeksi bakteri (Vibrio, E. coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia, Aeromonas, dan sebagainya).Infeksi virus (Enterovirus, Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus, dan lain-lain). Infeksi parasit (Cacing, Protozoa, dan Jamur).
b.      Infeksi parenteral yaitu infeksi dibagian tubuh lain di luar alat pencernaan, seperti Otitis Media Akut (OMA), Tonsilofaringitis, Bronkopneumania, Ensefalitis dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur di bawah 2 tahun.
2)      Faktor malabsorbsi
a.       Malabsorbsi karbohidrat: Disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa). Monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa, dan galaktosa). Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering adalah intoleransi laktosa.
b.      Malabsorbsi lemak.
c.       Malabsorbsi protein.
3)      Faktor makanan: makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.
4)      Faktor psikologis: rasa takut dan cemas.  (Ilmu kesehatan anak, 1985)
1.      Patogenesis  Diare
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare adalah :
a)      Gangguan osmotic
Akibat terdapat makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotic dalam rongga usus meninggi sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkanya sehingga timbul diare.
b)      Gangguan sekresi
Akibat rangsang tertentu ( Misalnya toksin pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi, air dan elektrolit kedalam rongga usus selanjutnya timbul diare karena terdapat peningkatan isi rongga usus
c)      Gangguan motalitas usus
Hiperpristaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus menyerap makan seingga timbul diare. Sebaliknya bila pristaltik menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan selanjutnya timbul diare pula.
2.      Gambaran Klinik
Mula-mula pasien cengeng gelisah, suhu tubuh biasanya meningkat nafsu makan berkurang atau tidak ada kemudian timbul diare. Tinja cair mungkin disertai ledir atau lendir dan darah. Warna tinja makin lama berubah kehijau-hijauan karena bercampur dengan empedu. Anus dan sekitarnya timbul lecet karena sering defekasi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat makin banyak asam laktat yang berasal dari laktose yang tidak diabsorbsi oleh usus selama diare.
Gejala muntah sebelum dan sesudah diare dan dapat menyebabkan lambung juga turut meradang, atau akibat gangguan asam basa dan elektrolit. Timbul dehidrasi akibat kebanyakan kehilangan cairan dan elektrolit . Gejala dehidrasi mulai nampak yaitu berat badan menurun turgor berkurang mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung (pada bayi), selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering. Akibat dehidrasi diuresis berkurang (oliguri sampai anuri). Bila sudah asidosis metabolis pasien akan tampak pucat dengan pernapasan cepat dan dalam (kussmaul). Asidosis metabolisme karena:
ü  Kehilangan NaCO3 melalui tinja diare
ü  Ketosis kelaparan
ü  Produk- produk metabolic
ü  Berpindahnya ion natrium dari cairan intra sel ke ekstrasel
ü  Penimbunan laktat (anoksia jaringan)
Prevalensi diare pada tahun 1997 adalah lebih rendah bila dibandingkan dengan hasil survey pada tahun 1991 sebesar 11 % dan tahun 1994 sebesar 12%.. Pada tahun 1997 prevalensi diare lebih tinggi di daerah pedesaan daripada di perkotaan, tetapi membandingkan wilayah Jawa-Bali dengan luar Jawa-Bali tidak tampak perbedaan yang berarti (Julianto Pradono dan L. Ratna Budiarso, 1999).
Sampai saat ini penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan rnasyarakat di Sulawesi Selatan. Hal ini dapat dilihat pada pencatatan dan pelaporan Puskesmas dan Rumah Sakit di Sulawesi Selatan pada tahun 1999 dimana penyakit diare menempati urutan keempat dari 10 besar penyakit rawat jalan dengan angka kesakitan 3,34 per 1000 penduduk.
Penyakit diare di Propinsi Sulawesi Selatan masih termasuk dalam 10 penyakit terbesar bahkan menduduki urutan pertama dengan angka kesakitan sebesar 58,2% tahun 2000 dan pada tahun yang sama jumlah penderita dan kematian akibat penyakit diare di Propinsi Sulawesi Selatan yaitu : umur < 1 tahun sebanyak 37.937 penderita dan yang mati 20 orang, umur 1-4 tahun sebanyak 53.282 orang penderita dan yang mati 13 orang, umur 5 tahun ke atas tercatat 125.407 orang penderita dan yang mati sebanyak 47 orang dengan CFR 0,02 % dan IR 26,58 %.
Penyakit diare di puskesmas Kaimana Kabupaten Kaimana Propinsi Irian Jaya Barat masih merupakan masalah kesehatan masyarakat setiap tahunnya. Pada tahun 2000 tercatat penyakit diare menempati urutan ke dua berdasarkan pola kesakitan 10 besar penyakit rawat jalan di Puskesmas, setelah penyakit infeksi akut lain pada saluran pernapasan bagian atas, dengan angka kesakitan 20,25 per 1000 penduduk.
Kematian bayi di Indonesia sangat tinggi. Bahkan di seluruh dunia, Indonesia menduduki rangking keenam dengan angka kejadian sekitar 6 juta bayi yang mati pertahunnya. Kasus kematian bayi di Indonesia ini, menurut Dr. Soedjatmiko (2008), kematian bayi di Indonesia disebabkan oleh penyakit diare. Untuk mendiagnosis diare, maka pemeriksaan antigen secara langsung dari tinja mempunyai nilai sensitifitas cukup tinggi (70-90%), tetapi biaya pemeriksaan cukup mahal (Kompas.com 2008).
Proporsi diare akut rotavirus selama 1 tahun penelitian di Indonesia adalah 56,5 % dengan 95 % CI 51,3 - 61, 6%. Hasil ini sama dengan penelitian-penelitian di luar negeri sebelumnya, antara lain Rodriquez (1974-1975) dan Pickering. (1978-1979) mendapatkan angka kejadian 47% dan 59%, sedangkan di Indonesia penelitian Yorva (tahun 1998) mendapatkan angka 50% hampir sama dengan penelitian ini dan sama dengan negara maju. Hasil ini memprediksi adanya perbaikan hygiene dan sanitasi kita. Kasus diare rotavirus merata sepanjang tahun, sedangkan kasus diare non rotavirus dan diare keseluruhan meningkat pada musim kemarau, tetapi tidak ada trend menurut musim. Keadaan ini berkaitan dengan cara penularan diare non rotavirus yang water borne dan melalui tangan mulut, sedangkan diare rotavirus selain ditularkan secara fekal oral, diduga ditularkan juga melalui droplet saluran napas.
Data Departemen Kesehatan RI menunjukkan 5.051 kasus diare sepanjang tahun 2005 lalu di 12 provinsi. Jumlah ini meningkat drastis dibandingkan dengan jumlah pasien diare pada tahun sebelumnya, yaitu sebanyak 1.436 orang. Di awal tahun 2006, tercatat 2.159 orang di Jakarta yang dirawat di rumah sakit akibat menderita diare. Melihat data tersebut dan kenyataan bahwa masih banyak kasus diare yang tidak terlaporkan, departemen kesehatan menganggap diare merupakan isu prioritas kesehatan di tingkat lokal dan nasional karena punya dampak besar pada kesehatan mayarakat (Depkes RI 2008).
Prevalensi diare berdasarkan umur menurut data dari hasil Riset Kesehatan Dasar Nasional (RISKESDAS) tahun 2007, diare tersebar di semua kelompok umur dengan prevalensi tertinggi terdeteksi pada balita (16,7%). Prevalensi diare 13% lebih banyak di perdesaan dibandingkan perkotaan,cenderung lebih tinggi pada kelompok pendidikan rendah dan tingkat pengeluaran RT per kapita rendah. Prevalensi diare yang tinggi pada bayi dan anak balita tidak selalu diberi oralit, proporsi yang mendapat oralit pada ke dua kelompok umur tersebut berturut-turut 52,8% dan 55,5%
1)      Penyebaran :
a.      Penyebaran Diare Menurut Orang
Penyakit diare lebih banyak menyerang golongan umur anak balita pada daerah endemis, sedangkan pada waktu terjadinya kejadian luar biasa (KLB) dapat menyerang semua golongan semua umur. Kejadian diare di Indonesia diperkirakan 40-50 per 100 penduduk per tahun, dimana 70 % - 80 % dari padanya terjadi pada golongan umur balita. Insiden tertinggi terdapat pada usia dibawah 2 tahun (Sunoto, 1979 ; dalam Asnil dkk, 1982).
b.      Penyebaran Diare Menurut Ternpat
Penyebaran diare di suatu ternpat dengan tempat lainnya berbeda. Perbedaan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kejadian diare itu diataranya keadaan geografis, kebiasaan penduduk, kepadatan penduduk dan pelayanan kesehatan. (Depkes'RI, 1990).
Secara teoritis diketahui bahwa penularan diare dipengaruhi oleh sanitasi dan hygiene perorangan, namun adanya perbedaan insiden di suatu tempat juga dipengaruhi oleh spesifikasi tempat tersebut. Misalnya tempat pemukiman kumuh dengan jumlah penduduk yang padat akan lebih mudah terjadi penularan secara cepat bila dibandingkan dengan pemukiman lain yang tidak padat.
c.       Penyebaran Diare Menurut Waktu
Penyebaran diare dapat berada dalam frekwensi dan waktu tertentu. Variasi kajadian diare rnenurnt waktu berbeda antara daerah satu dengan yang lainnya. WHO pemah mengadakan penelitian dimana diketahui bahwa insiden diare dipengaruhi oleh iklim (WHO, 1985).
Sedangkan menurut Winardi Bambang (1982) diperkirakan sekitar 10 % dari kunjungan ke Rumah Sakit, Balai Pengobatan, Puskesmas, berdasarkan laporan dari seluruh Indonesia adalah penderita penyaklit diare serta terlihat pula adanya variasi musim hujan (September - Januari).
2)      Cara penularan :
Infeksi oleh agen penyebab terjadi bila makan makanan / air minum yang terkontaminasi tinja / muntahan penderita diare. Penularan langsung juga dapat terjadi bila tangan tercemar dipergunakan untuk menyuap makanan.



Ø  Faktor yang meningkatkan penyebaran kuman penyebab diare:
1)      Tidak memadainya penyediaan air bersih
2)      Air tercemar oleh tinja
3)      Pembuangan tinja yang tidak hygienis
4)      Kebersihan perorangan dan lingkungan jelek
5)      Penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak semestinya
6)      Penghentian ASI yang terlalu dini
1)      Diare akut
Diare akut bercampur air (termasuk kolera) adalah diare yang berlangsung selama beberapa jam/hari: bahaya utamanya adalah dehidrasi, juga penurunan berat badan jika tidak diberikan makan/minum.
Diare akut bercampur darah (disentri) dapat menyebabkan kerusakan usus halus (intestinum), sepsis (infeksi bakteri dalam darah) dan malnutrisi (kurang gizi), dan komplikasi lain termasuk dehidrasi.
2)      Diare dengan malnutrisi berat (marasmus atau kwashiorkor)
Berdampak pada infeksi sistemik (menyeluruh) berat, dehidrasi, gagal jantung, serta defisiensi (kekurangan) vitamin dan mineral
3)      Diare Persisten
Diare persisten (berlangsung selama 14 hari atau lebih lama) dapat menyebabkan malnutrisi (kurang gizi) dan infeksi serius di luar usus halus, dehidrasi juga bisa terjadi.
4)      Disentri adalah diare disertai darah dengan ataupun tanpa lender
5)      Kholera adalah diare dimana tinjanya terdapat bakteri Cholera.

Ø  Berdasarkan banyaknya cairan yang hilang dapat dibagi menjadi:
1.      Diare tanpa dehidrasi (kekurangan cairan) :
ü  Berak cair 1-2 kali sehari
ü  Tidak haus dan tidak muntah
ü  Masih bisa makan dan bermain

2.      Diare dengan dehidrasi ringan/sedang :
·         Berak cair 4-9 kali sehari
·         Kadang muntah 1-2 kali sehari.
·         Kadang panas
·         Haus
·         Tidak mau makan
·         Badan lesu lemas.
3.      Diare dengan dehidrasi berat:
ü  Berak cair terus-menerus
ü  Muntah terus-menerus
ü  Haus sekali
ü  Mata cekung
ü  Bibir kering dan biru
ü  Tangan dan kaki dingin
ü  Sangat lemah
ü  Tidak mau makan
ü  Tidak mau bermain
ü  Tidak kencing 6 jam atau lebih
ü  Kadang-kadang dengan kejang dan panas tinggi
Ø  Berdasarkan tonisitas plasma dapat dibagi menjadi:
1)      Dehidrasi hipotonik (dehidrsi hiponatremia) yaitu bila kadar natrium dalam plasma kurang dari 130 mEq/l.
2)      Dehidrasi isotonic (dehidrasi isonatremia) yaitu bila kadar natrium dalam plasma 130-150 mEq/l.
3)      Dehidrasi hipertonik (dehidrasi hipernatremia) yaitu bila kadar natrium dalam plasma lebih dari 150 mEq/l.
(Ilmu Kesehatan Anak, 1985)




1)      Pencegahan diare
Hasil penelitian terakhir menunjukkan bahwa cara pencegahan yang benar dan efektif yang dapat dilakukan adalah:
a.       Memberikan ASI
ASI adalah makanan paling baik untuk bayi. Komponen zat makanan tersedia dalam bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna dan diserap secara optimal oleh bayi. ASI saja sudah cukup untuk menjaga pertumbuhan sampai umur 4-6 bulan. Tidak ada makanan lain yang dibutuhkan selama masa ini. ASI steril, berbeda dengan sumber susu lain: susu formula atau cairan lain disiapkan dengan air atau bahan-bahan yang terkontaminasi dalam botol yang kotor. Pemberian ASI saja, tanpa cairan atau makanan lain dan tanpa menggunakan botol, menghindarkan anak dari bahaya bakteri dan organism lain yang akan menyebabkan diare. Keadaan seperti ini disebut disusui secara penuh.
b.      Memperbaiki makanan pendamping ASI
Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat bayi secara bertahap mulai dibiasakan dengan makanan orang dewasa. Masa tersebut merupakan masa yang berbahaya bagi bayi sebab perilaku pemberian makanan pendamping ASI dapat menyebabkan meningkatnya risiko terjadinya diare ataupun penyakit lain yang dapat menyebabkan kematian. Perilaku pemberian makanan pendamping ASI yang baik meliputi perhatian terhadap kapan, apa dan bagaimana makanan pendamping ASI diberikan.
c.       Menggunakan air bersih yang cukup
Sebagian besar kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui jalur fecal oral. Mereka dapat ditularkan dengan memasukkan ke dalam mulut, cairan atau benda yang tercemar dengan tinja, misalnya air minum, jari-jari tangan, makanan yang disiapkan dalam panci yang dicuci dengan air tercemar.
Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air yang benar-benar bersihmempunyai risiko menderita diare lebih kecil dibanding dengan masyarakat yang tidak mendapatkan air bersih. Masyarakat dapat mengurangi risiko terhadap serangan diare yaitu dengan menggunakan air bersih dan melindungi air tersebut dari kontaminasi muali dari sumbernya sampai penyimpanan di rumah.
d.      Mencuci tangan
Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan.mencuci tangan dengan sabun, terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum menyiapkan makanan, sebelum menyuapi makan anak, dan sebelum makan mempunyai dampak dalam kejadian diare.
e.       Menggunakan jamban
Pengalaman di beberapa negara membuktikan bahwa upaya penggunaan jamban mempunyai dampak yang besar dalam penurunan risiko terhadap penyakit diare. Keluarga yang tidak mempunyai jamban harus membuat dan keluarga harus buang air di jamban. Yang harus diperhatikan oleh keluarga dalam hal ini adalah:
·         Keluarga harus mempunyai jamban yang berfungsi dengan baik dan dapat dipakai oleh seluruh anggota keluarga.
·         Bersihkan jamban secara teratur.
·         Bila tidak ada jamban, jangan biarkan anak-anak pergi ke tempat buang air sendiri, buang air besar hendaknya jauh dari rumah, jalan setapak, dan tempat anak-anak bermain serta lebih kurang 10 meter dari sumber air, hindari buang air besar tanpa alas kaki.
f.       Membuang tinja bayi yang benar
Banyak orang beranggapan bahwa tinja bayi itu tidak berbahaya. Hal ini tidak benar karena tinja bayi dapat pula menularkan penyakit pada anak-anak dan orangtuanya. Tinja bayi harus dibuang secara bersih dan benar.
g.      Memberikan imunisasi campak
Diare sering timbul menyertai campak sehingga pemberian imunisasi campak juga dapat mencegah diare. Oleh karena itu beri anak imunisasi campak segera setelah berumur 9 bulan.
2)      Perawatan penderita diare:
a.    Meningkatkan pemberian cairan rumah tangga (kuah sayur, air tajin, larutan gula garam, bila ada berikan oralit)
b.   Meneruskan pemberian makanan yang lunak dan tidak merangsang serta makanan ekstra sesudah diare.
c.    Membawa penderita diare ke sarana kesehatan bila dalam 3 hari tidak membaik atau :
ü  Buang air besar makin sering dan banyak sekali.
ü  Muntah terus menerus.
ü  Rasa haus yang nyata.
ü  Tidak dapat minum atau makan.
ü  Demam tinggi.
ü  Ada darah dalam tinja
3)      Pengobatan
Upaya pertolongan bagi penderita diare meliputi tiga dasar pengobatan, diantaranya :
a)      Pemberian cairan
Cairan yang diberikan bagi penderita diare, yaitu cairan rehidrasi oral dan dan cairan parenteral. Cairan rehidrasi oral terdiri dari formula lengkap yaitu formula yang mengandung NaCl, NaHCO3, KCL, dan glukosa. Serta formula sederhana yaitu formula yang hanya mengandung NaCl, dan sukrosa atau karbohidrat lain, misalnya larutan gula garam, larutan air tajin garam, larutan tepung beras garam, dan sebagainya,cairan ini diberikan untuk pengobatan pertama di rumah pada semua anak dengan diare akut, baik sebelum ada dehidrasi maupun setelah ada dehidrasi ringan.
Sedangkan cairan parenteral terdiri dari: DG aa (1 bagian larutan Darrow + 1 bagian glukosa 5%), RL g (1 bagian Ringer laktat + 1 bagian glukosa 5 %), RL (Ringer Laktat), 3 @ (1 bagian NaCl 0,9% + 1 bagian glukaosa 5% + 1 bagian Na laktat 1/6 mol/l), DG 1:2 (1 bagian larutan Darrow + 2 bagian glukosa 5%), RLg 1:3 (1 bagian Ringer laktat + 3 bagian glukosa 5-10%), Cairan 4:1 (4 bagian glukosa 5-10% + 1 bagian NaHCO3 1 ½ % atau 4 bagian glokosa 5-10% + 1 bagian NaCl 0,9%).
Cairan tersebut di atas diberikan melalui 3 jalan yaitu : Peroral (untuk dehidrasi ringan, sedang dan tanpa dehidrasi dan bila anak mau minum serta kesadaran baik). Intragastrik (untuk dehidrasi ringan, sedang atau tanpa dehidrasi, tetapi anak tidak mau minum atau kesadaran menurun). Intavena (untuk dehidrasi berat).
b)      Dietetik (pemberian makanan)
Dengan memberikan susu (ASI dan atau susu formula yang mengandung laktosa rendah dan asam lemak tidak jenuh, misalnya LLM, Almiron), makanan setengah padat (bubur susu) atau makanan padat (nasi tim) bila anak tidak mau minum susu, dan atau makanan dengan gizi tinggi yang cukup agar stamina tubuh berangsur kuat.
c)      Obat-obatan
Prinsip pengobatan diare adalah menggantikan cairan yang hilang melalui tinja dengan atau tanpa muntah, dengan cairan yang mengandung elektrolit dan glukosa atau karbohidrat lain. Yang tergolong obat diare, antara lain: Obat anti sekresi (asetosal dan klorpromazin). Obat anti spasmolitik (papaverine, ekstrak beladona, opium, loperamid dan sebagainya). Obat pengeras tinja (koalin, pektin, charcoal, tabonal, dan sebagainya). Dan antibiotika.
(Ilmu kesehatan anak,1985).



            Secara umum berdasarkan beberapa definisi diare dapat disebutkan bahwa diare adalah penyakit yang ditandai dengan buang air besar yang sering melebihi keadaan biasanya dengan konsistensi tinja yang melembek sampai cair dengan atau tanpa darah dan atau lendir dalam tinja.
            Gejala diare atau mencret adalah tinja yang encer dengan frekuensi 4 x atau lebih dalam sehari, yang kadang disertai Muntah, Badan lesu atau lemah, Panas, Tidak nafsu makan, Darah dan lendir dalam kotoran
Faktor yang mempengaruhi Diare:
a)      Keadaan lingkungan
b)      Perilaku masyarakat
c)      Pelayanan masyarakat
d)     Gizi
e)      Kependudukan
f)       Pendidikan
g)      Keadaan social ekonomi
            Diare dapat ditanggulangi dengan penanganan yang tepat sehingga tidak sampai menimbulkan kematian terutama pada balita.

Petugas kesehatan dapat melakukan penyuluhan untuk memotivasi masyarakat tentang pentingnya menjaga kesehatan ,terutama dalam hal PHBS untuk mengurangi kejadian Diare di kalangan masyarakat terutama usia balita.