Senin, 05 Mei 2014

MEKANISME PENGATURAN TEKANAN DARAH



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Tekanan Darah
Tekanan darah adalah daya dorong ke semua arah pada seluruh permukaan yang tertutup pada dinding bagian dalam jantung dan pembuluh darah (Ethel, 2003: 238).
Tekanan darah merupakan salah satu dari tanda vital penting selain denyut nadi, frekuensi nafas dan suhu. Tanda vital ini mencerminkan aspek dasar kesehatan seseorang, bahkan juga kemampuan seseorang untuk bertahan hidup

B.     Asal Tekanan  Darah
Aksi pemompaan jantung memberikan tekanan yang mendorong darah melewati pembuluh-pembuluh. Darah mengalir melalui system pembuluh tertutup karena ada perbedaan tekanan atau gradien tekanan antara ventrikel kiri dan atrium kanan.
a.       Tekanan ventrikular kiri berubah dari setinggi 120 mmHg saat sistole sampai serendah 0 mmHg saat diastole.
b.      Tekanan aorta berubah dari setinggi 120 mmHg saat sistole sampai serendah 80 mmHg saat diastole. Tekanan diastolik tetap dipertahankan dalam arteri karena efek lontar balik dari dinding elastis aorta. Rata-rata tekanan aorta adalah 100 mmHg.
Perubahan tekanan sirkulasi sistemik. Darah mengalir dari aorta (dengan tekanan 100 mmHg) menuju arteri (dengan perubahan tekanan dari 100 ke 40 mmHg) ke arteriol (dengan tekanan 25 mmHg di ujung arteri sampai 10 mmHg di ujung vena) masuk ke vena (dengan perubahan tekanan dari 10 mmHg ke 5 mmHg) menuju vena cava superior dan inferior (dengan tekanan 2 mmHg) dan sampai ke atrium kanan (dengan tekanan 0 mmHg) (Ethel,2003:238).


C.    Faktor-Faktor  yang  mempengaruhi Tekanan Darah
·   Curah jantung
Tekanan darah berbanding lurus dengan curah jantung (ditentukan berdasarkan isi sekuncup dan frekuensi jantungnya).
·   Tekanan Perifer terhadap tekanan darah
Tekanan darah berbanding terbalik dengan tahanan dalam pembuluh. Tahanan perifer memiliki beberapa faktor penentu:
a)      Viskositas darah.
Semakin banyak kandungan protein dan sel darah dalam plasma, semakin besar tahanan terhadap aliran darah. Peningkatan hematokrit menyebabkan peningkatan viskositas : pada anemia, kandungan hematokrit dan viskositas berkurang.
b)      Panjang pembuluh
Semakin panjang pembuluh, semakin besar tahanan terhadap aliran darah.
c)      Radius pembuluh
Tahanan perifer berbanding terbalik dengan radius pembuluh sampai pangkat keempatnya
(a)     Jika radius pembuluh digandakan seperti yang terjadi pada fase dilatasi, maka aliran darah akan meningkat enambelas kali lipat. Tekanan darah akan turun.
(b)    Jika radius pembuluh dibagi dua, seperti yang terjadi pada vasokontriksi, maka tahahan terhadap aliran akan meningkatenambelas kalip lipat dan tekanan darah akan naik.
Karena panjang pembuluh dan viskositas darah secara normal konstan, maka perubahan dalam tekanan darah didapat adri perubahan radius pembuluh darah (Ethel, 2003: 238-239).




A.    Pengaturan Tekanan Darah
1)      Pengaturan saraf
Pusat vasomotorik pada medulla otak mengatur tekanan darah. Pusat kardiokselerator dan kardioinhibitor mengatur curah jantung.
a.       Pusat vasomotorik
(1)Tonus vasomotorik merupakan stimulasi tingkat rendah yang terus menerus pada serabut otot polos dinding pembuluh. Tonus ini mempertahankan tekanan darah melalui vasokontriksi pembuluh.
(2)Pertahanan tonus vasomotorik ini dilangsungkan melalui impuls dari serabut saraf vasomotorik yang merupakan serabut eferen saraf simpatis pada sistem saraf otonom.
(3)Vaso dilatasi biasanya terjadi karena pengurangan impuls vasokonstriktor. Pengecualian hanya terjadi pada pembuluh darah di jantung dan otak.
·         Pembuluh darah di jantung dan otak memilki reseptor-reseptor beta adrenergik, merespon epinefrin yang bersirkulasi dan yang dilepas oleh medulla adrenae.
·         Mekanisme ini memastikan suplai darah yang cukup untuk organ-organ vital selama situasi menegangkan yang menginduksi stimulasi saraf simpatis dan vasokontriksi di suatu tempat pada tubuh.
·         Stimulasi parasimpatis menyebabkan vasodilatasi pembuluh hanya di beberapa tempat; misalnya, pada jaringan erektil genetalia dan kelenjar saliva tertentu.
b.      Pusat akselerator dan inhibitor jantung serta baroreseptor aorta dan karotis, yang mengatur tekanan darah melalui SSO.
1.   Pengaturan kimia dan hormonal
Ada sejumlah zat kimia yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi tekanan darah. Zat tersebut meliputi :
a.       Hormon medulla adrenal (norepineprin termasuk vasokonstriktor)
epinefrin dapat berperan sebagai suatu vasokonstriktor atau vasodilator, bergantung pada jenis reseptor otot polos pada pembuluh darah organ.
b.      Hormon antidiuretik (vasopresin) dan oksitosin yang disekresi dari kelenjar hipofisis posterior termasuk vasokontriktor.
c.       Angiotensin
Adalah sejenis peptida darah yang dalam bentuk aktifnya termasuk salah satu vasokontriktor kuat.
d.      Berbagai angina dan peptide seperti histamin, glukagon, kolesistokinin, sekretin, dan bradikinin yang diproduksi sejumlah jaringan tubuh, juga termasuk zat kimia vasoaktif.
E.Prostaglandin
Adalah agens seperti hormone yang diproduksi secara local dan mampu bertindak sebagai vasodilator atau vasokonstriktor (Ethel, 2003: 239).

B.     Pengukuran Tekanan Darah Arter Sistolik dan Diastolik
1.      Tekanan darah diukur secara tidak langsung melalui metode auskultasi dengan menggunakan sfigmomanometer.
a)      Peralatannya terdiri dari sebuah manset lengan untuk mengehentikan aliran darah arteri brakial, sebuah manometer raksa untuk membaca tekanan, sebuah bulb pemompa manset untuk menghentikan aliran darah arteri brakial, dan sebuah katup untuk mengeluarkan udara dari manset.
b)      Sebuah stetoskop dipakai untuk mendeteksi awal dan akhir bunyi Karotkoff, yaitu bunyi semburan darah yang melalui sebagian pembuluh yang tertutup. Bunyi dan pembacaan angka pada kolom raksa secara bersamaan merupakan cara untuk menentukan tekanansistolik dan diastolik.
2.      Tekanan darah rata-rata pada pria dewasa muda adalah sistolik 120 mmHg dan diastolik 80 mmHg, biasanya ditulis 120/80. Tekanan darah pada wanita dewasa muda, baik sistolik maupun diastolic biasannya lebih kecil 10 mmHg dari tekanan darah laki-laki dewasa muda (Ethel, 2003: 240)

C.    Mekanisme Pengaturan  Tekanan Darah
1. Mekanisme Pengaturan Tekanan Darah Jangka Pendek
Mekanisme pengaturan tekanan darah jangka pendek berlangsung dari beberapa detik hingga beberapa menit. Faktor fisik yang menentukan tekanan darah adalah curah jantung, elastisitas arteri, dan tahanan perifer. Curah jantung dan tahanan perifer merupakan sasaran pada pengaturan cepat lewat refleks. Pengukuran ini terjadi melalui refleks neuronal dengan target organ efektor jantung, pembuluh darah dan medula adrenal. Sistem refleks neuronal yang mengatur mean arterial blood pressure bekerja dalam suatu rangkaian umpan balik negatif terdiri dari: detektor, berupa baroreseptor yaitu suatu reseptor regang yang mampu mendeteksi peregangan dinding pembuluh darah oleh peningkatan tekanan darah, dan kemoreseptor, yaitu sensor yang mendeteksi perubahan PO2, PCO2 dan pH darah; jaras neuronal aferen; pusat kendali di medula oblongata; jaras neuronal eferen yang terdiri dari sistem saraf otonom; serta efektor, yang terdiri dari alat pemacu dan sel-sel otot jantung, sel-sel otot polos di arteri, vena dan medula adrenal.
1)      Refleks Baroreseptor dan Kemoreseptor
Mekanisme saraf untuk pengaturan tekanan arteri yang paling diketahui adalah refleks baroreseptor. Baroreseptor terangsang bila ia teregang. Pada dinding hampir semua arteri besar yang terletak di daerah toraks dan leher dapat dijumpai beberapa baroreseptor, tetapi dijumpai terutama dalam: dinding arteri karotis interna yang terletak agak di atas bifurkasio karotis (sinus karotikus), dan dinding arkus aorta.
Sinus karotikus adalah bagian pembuluh darah yang paling mudah teregang. Sinyal yang dijalarkan dari setiap sinus karotikus akan melewati saraf hering yang sangat kecil ke saraf kranial ke-9 (glosofaringeal) dan kemudian ke nukleus traktus solitarius (NTS) di daerah medula batang otak. Arkus aorta adalah bagian yang paling kenyal dan teregang setiap kali terjadi ejeksi ventrikel kiri. Sinyal dari arkus aorta dijalarkan melalui saraf kranial ke-10 (vagus) juga ke dalam area yang sama di medula oblongata. Pada keadaan normal sinus karotikus lebih berperan dalam mengendalikan tekanan darah dibanding arkus aorta, dimana arkus aorta memiliki ambang rangsang aktivasi statik yang lebih tinggi dibanding sinus karotikus yaitu ~110 mmHg vs ~50 mmHg. Arkus aorta juga memiliki ambang rangsang dinamik yang lebih tinggi dibanding sinus karotikus, tetapi tetap berespons saat baroreseptor sinus karotikus telah jenuh.
Baroreseptor, kemoreseptor dalam badan karotid, dan reseptor volume (stretch) dalam jantung, mengirim impuls lewat saraf-saraf aferen dalam saraf kranial ke-9  dan ke-10  menuju NTS di batang otak. Proyeksi dari saraf kranial ke-9 dan ke-10 menuju NTS akan melalui jalur naik (ascending) untuk mencapai daerah di otak dimana efek otonom dapat dirangsang oleh stimulasi elektrik langsung. Daerah tersebut termasuk area-area korteks (fronto-occipital, temporal), girus singuli, amigdala, ganglia basal, dan hipotalamus, juga daerah bawah batang otak dan korda spinalis. Jalur menurun (descending) dari korteks dan girus singuli mencapai hipotalamus. Serabut-serabut dari hipotalamus naik ke nukleus batang otak dan korda spinalis. Korda spinalis mengandung serabut-serabut vasomotor yang berjalan naik dan berakhir pada neuron pra-ganglion simpatik.



Gambar 1: Baroreseptor dan penjalaran sinyal.

Baroreseptor lebih banyak berespons terhadap tekanan yang berubah cepat daripada terhadap tekanan yang menetap. Dalam batas kerja tekanan arteri normal, perubahan tekanan yang kecil saja sudah akan menimbulkan refleks otonom yang kuat untuk mengatur kembali tekanan arteri tersebut kembali ke nilai normal. Jadi, mekanisme umpan balik baroreseptor ini akan berfungsi lebih efektif bila masih dalam batas tekanan yang biasanya diperlukan.
Banyaknya jalur neuronal yang saling berinteraksi untuk mengatur aliran impuls saraf otonom memberi banyak peluang untuk integrasi berbagai stimulus yang mempengaruhi tekanan darah, seperti: faktor emosi (takut, marah, cemas), stres fisik (nyeri, kerja fisik, perubahan suhu), kadar O2 dalam darah, dan glukosa, juga level  tekanan darah yang di kontrol oleh baroreseptor.
Kendali kemoreseptor pada sistem kardiovaskuler mencakup kemoreseptor sentral dan perifer. Kemoreseptor sentral di medula oblongata sensitif terhadap pH otak yang rendah, yang mencerminkan peninggian PCO2 di arteri. Peningkatan PCO2 arteri menstimulasi kemoreseptor sentral untuk menginhibisi area vasomotor dengan hasil akhir peningkatan keluaran simpatis dan terjadi vasokonstriksi. Kemoreseptor perifer berperan mengendalikan ventilasi paru dan terletak dekat baroreseptor, yaitu badan karotis dan badan aorta. Penurunan PO2 arteri menstimulasi kemoreseptor perifer untuk menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah.

Skema 1: Pengaturan jangka pendek terhadap penurunan tekanan darah.



Skema 2: Pengaturan jangka pendek terhadap peningkatan tekanan darah.



2)      Perangsangan Parasimpatis pada Jantung

Sistem saraf parasimpatis sangat penting bagi sejumlah fungsi autonom pada tubuh, namun hanya mempunyai peran kecil dalam pengendalian sirkulasi. Pengaruh sirkulasi yang penting hanyalah pengaturan frekuensi jantung melalui serat-serat parasimpatis yang di bawa ke jantung oleh nervus vagus, dari medula langsung ke jantung.

Perangsangan vagus yang kuat pada jantung dapat menghentikan denyut jantung selama beberapa detik, tetapi biasanya jantung akan “mengatasinya” dan setelah itu berdenyut dengan kecepatan 20 sampai 40 kali per menit. Selain itu, perangsangan vagus yang kuat dapat menurunkan kekuatan kontraksi otot sebesar 20 sampai 30 persen. Penurunan ini tidak akan lebih besar karena serat-serat vagus di distribusikan terutama ke atrium tetapi tidak begitu banyak ke ventrikel di mana tenaga kontraksi sebenarnya terjadi. Meskipun demikian, penurunan frekuensi denyut jantung yang besar digabungkan dengan penurunan kontraksi jantung yang kecil akan dapat menurunkan pemompaan ventrikel sebesar 50 persen atau lebih, terutama bila jantung bekerja dalam keadaan beban kerja yang besar. Dengan cara ini, curah jantung dapat diturunkan sampai serendah nol atau hampir nol.



Skema 3: Efek peningkatan aktivitas parasimpatis dan penurunan aktivitas simpatis pada jantung dan tekanan darah.


3)      Perangsangan Parasimpatis pada Pembuluh Darah

Serabut parasimpatis hanya dijumpai di beberapa daerah pada tubuh. Serabut parasimpatis mempersarafi kelenjar air liur dan kelenjar gastrointestinal, dan berpengaruh vasodilatasi pada organ erektil di genitalia eksterna. Serabut postganglion pasasimpatis melepaskan asetilkolin yang menyebabkan vasodilatasi.

4)      Perangsangan Simpatis pada Jantung

Serat-serat saraf vasomotor simpatis meninggalkan medula spinalis melalui semua saraf spinal toraks dan lumbal pertama dan kedua. Serat-serat ini masuk ke dalam rantai simpatis dan kemudian ke sirkulasi melalui dua jalan; (1) melalui saraf simpatis spesifik, yang terutama menginervasi vaskulatur dari visera internal dan jantung serta (2) melalui nervus spinalis yang terutama menginervasi vaskulatur daerah perifer. Inervasi arteri kecil dan arteriol menyebabkan rangsangan simpatis meningkatkan tahanan dan dengan demikian menurunkan kecepatan aliran darah yang melalui jaringan. Inervasi pembuluh besar, terutama vena, memungkinkan bagi rangsangan simpatis untuk menurunkan volume pembuluh ini dan dengan demikian mengubah volume sistem sirkulasi perifer.

Hal ini dapat memindahkan darah ke dalam jantung dan dengan demikian berperan penting dalam pengaturan fungsi kardiovaskular.

Perangsangan simpatis yang kuat dapat meningkatkan fekuensi denyut jantung pada manusia dewasa dari 180 menjadi 200 dan, walaupun jarang terjadi, 250 kali denyutan per menit pada orang dewasa muda. Juga, perangsangan simpatis meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung, oleh karena itu akan meningkatkan volume darah yang dipompa dan meningkatkan tekanan ejeksi. Jadi, perangsangan simpatis sering dapat meningkatkan curah jantung sebanyak dua sampai tiga kali lipat selain peningkatan curahan yang mungkin disebabkan oleh mekanisme Frank-Starling. Secara singkat, mekanisme Frank-Starling dapat diartikan sebagai berikut: semakin besar otot jantung diregangkan selama pengisian, semakin besar kekuatan kontraksi dan semakin besar pula jumlah darah yang dipompa ke dalam aorta.

Sebaliknya, penghambatan sistem saraf simpatis dapat digunakan untuk menurunkan pompa jantung menjadi moderat dengan cara sebagai berikut: Pada keadaan normal, serat-serat saraf simpatis ke jantung secara terus-menerus melepaskan sinyal dengan kecepatan rendah untuk mempertahankan pemompaan kira-kira 30 persen lebih tinggi bila tanpa perangsangan simpatis. Oleh karena itu, bila aktivitas sistem saraf simpatis ditekan sampai di bawah normal, keadaan ini akan menurunkan frekuensi denyut jantung dan kekuatan kontraksi ventrikel, sehingga akan menurunkan tingkat pemompaan jantung sampai sebesar 30 persen di bawah normal.



Skema 4: Efek peningkatan aktivitas simpatis pada jantung dan tekanan darah.

5)      Perangsangan Simpatis pada Pembuluh Darah
Serabut simpatis tersebar luas pada pembuluh darah tubuh, terbanyak ditemukan di ginjal dan kulit, tetapi relatif jarang di koroner dan pembuluh darah otak, dan tidak ada di plasenta. Serabut ini melepaskan norepinefrin yang berikatan dengan adrenoseptor di membran sel otot polos pembuluh darah. Serabut simpatis menyebabkan vasokonstriksi pada sebagian besar pembuluh darah, tetapi di otak, jantung, dan otot rangka menyebabkan vasodilatasi.

Skema 5: Efek penurunan aktivitas simpatis pada arteri dan tekanan darah.


Skema 6: Efek peningkatan aktivitas simpatis pada arteri dan tekanan darah.

2.      Mekanisme Pengaturan Tekanan Darah Jangka Menengah dan Jangka Panjang
Sebagai pelengkap dari mekanisme neuronal yang bereaksi cepat dalam mengendalikan resistensi perifer dan curah jantung, kendali jangka menengah dan jangka panjang melalui sistem humoral bertujuan untuk memelihara homeostasis sirkulasi. Pada keadaan tertentu, sistem kendali ini beroperasi dalam skala waktu berjam-jam hingga berhari-hari, jauh lebih lambat dibandingkan dengan refleks neurotransmiter oleh susunan saraf pusat. Sebagai contoh, saat kehilangan darah disebabkan perdarahan, kecelakaan, atau mendonorkan sekantung darah, akan menurunkan tekanan darah dan memicu proses untuk mengembalikan volume darah kembali normal. Pada keadaan tersebut pengaturan tekanan darah dicapai terutama dengan meningkatkan volume darah, memelihara keseimbangan cairan tubuh melalui mekanisme di ginjal dan menstimulasi pemasukan air untuk normalisasi volume darah dan tekanan darah
1)      Amina Biogenik
Amina biogenik termasuk substansi yang di bentuk melalui dekarboksilasi asam amino atau derivatnya. Katekolamin, yaitu dopamin, norepinefrin, dan epinefrin termasuk amina biogenik yang berperan dalam regulasi tekanan darah. Katekolamin merupakan neurotransmiter dalam beberapa jalur sistem saraf pusat, lewat pelepasan hormon ini dari medula adrenal (terutama epinefrin) atau pada ujung saraf simpatis (terutama norepinefrin), atau lewat kerja langsung dalam ginjal di mana hormon ini mempengaruhi aliran darah dan produksi renin.
Dopamin adalah prekursor untuk epinefrin. Kadar dopamin yang tinggi di dalam serum dibutuhkan untuk mengaktifkan reseptor a pembuluh darah dan menyebabkan vasokonstriksi. Norepinefrin di sintesa dalam medula adrenal, pre-ganglion simpatik, otak, dan sel-sel saraf spinal, namun paling banyak ditemukan di dalam vesikel sinaptik saraf otonom pasca-ganglion pada organ-organ yang kaya akan inervasi simpatis, seperti otak, kelenjar saliva, otot polos pembuluh darah, hati, limpa, ginjal, dan otot. Norepinefrin menstimulasi reseptor a1-adrenergik (terletak di jantung, otot-otot papiler, dan otot polos) dan reseptor b1-adrenergik yang meningkatkan pemasukan kalsium ke dalam sel-sel target, sehingga meningkatkan kontraksi dan denyut jantung dan akibatnya meningkatkan tekanan darah. Epinefrin menstimulasi reseptor a1 dan b1-adrenergik dengan efek yang sama seperti norepinefrin, tetapi juga menstimulasi reseptor b2-adrenergik (terdapat dalam otot rangka, jantung, hati, dan medula adrenal) dengan efek akhir vasodilatasi. Namun epinefrin bukanlah vasodilator sistemik, efeknya terhadap kardiovaskuler lebih lemah dibandingkan dengan efek yang ditimbulkan norepinefrin.
Amina biogenik lainnya, serotonin dan histamin, mempunyai efek kerja yang kuat pada otot polos pembuluh darah. Selain merupakan komponen endogen dalam tubuh manusia, serotonin dan histamin juga terdapat di alam. Serotonin atau 5-hidroksitriptamin adalah vasokonstriktor kuat, namun tidak terlibat langsung dalam kontrol terhadap tekanan darah. Serotonin secara tidak langsung ikut mengatur tekanan darah melalui perannya sebagai neurotransmiter di dalam sistem saraf pusat. Histamin, di bentuk melalui dekarboksilasi histidin dan dijumpai pada banyak jaringan, termasuk di ujung saraf. Histamin menyebabkan vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler, tetapi belum ada bukti bahwa histamin berperan dalam kontrol terhadap tekanan darah.  


Skema 7: Efek peningkatan aktivitas simpatis pada kelenjar adrenal dan tekanan darah.
          
2)      Renin
Renin adalah protease asam, merupakan enzim yang mengkatalisis pelepasan hidrolitik dekapeptida angiotensin I dari ujung amino terminal angiotensinogen. Angiotensin I berfungsi semata-mata sebagai prekursor dari angiotensin II. Renin di simpan dalam sel-sel jukstaglomerular ginjal dan dilepaskan ke dalam pembuluh darah sebagai respons terhadap berbagai stimulus fisiologis yang membantu untuk menggabungkan sistem renin-angiotensin menjadi proses yang kompleks dalam homeostasis sirkulasi. Renin yang  aktif  mempunyai  waktu  paruh  paling  lama 80 menit di dalam sirkulasi. Renin di bantu oleh angiotensin-converting-enzyme (ACE) membentuk angiotensin II.
3)      Angiotensinogen
Angiotensinogen disebut juga substrat renin, di sirkulasi  dijumpai dalam fraksi a2-globulin plasma. Angiotensinogen disintesa dalam hati, mengandung sekitar 13% karbohidrat dan di bentuk dari 453 residu asam amino. Kadar angiotensinogen dalam sirkulasi meningkat oleh glukokortikoid, hormon tiroid, estrogen, beberapa sitokin, dan angiotensin II.
4)      Angiotensin-Converting Enzyme (ACE)
Angiotensin-Converting Enzyme adalah dipeptidil karboksipeptidase yang membagi histidil-leusin dari angiotensin I inaktif, membentuk angiotensin II oktapeptida. Lokasi enzim ini di sirkulasi adalah dalam sel-sel endotel. Sebagian besar konversi angiotensin I menjadi angiotensin II oleh ACE terjadi saat darah melewati paru-paru. Hal ini mungkin disebabkan luasnya endotel paru, sebagai lokasi strategis di mana terjadi penerimaan curah jantung dari darah vena, dan mungkin yang paling penting karena angiotensin II dapat melewati sirkulasi paru tanpa ekstraksi.
5)      Angiotensin II
Angiotensin II adalah hormon peptida yang bekerja di kelenjar adrenal, otot polos pembuluh darah, dan ginjal. Reseptor untuk angiotensin II berlokasi pada membran plasma dari sel-sel target  pada jaringan-jaringan tersebut. Angiotensin II sangat cepat dimetabolisme, waktu paruhnya dalam sirkulasi sekitar 1-2 menit.  Hormon ini dimetabolisme oleh berbagai peptida. Aminopeptida mengeluarkan residu asam aspartat dari amino terminal peptida ini, menghasilkan heptapetida  yang disebut angiotensin III. Pengambilan residu amino terminal yang kedua dari angiotensin III menghasilkan heksapeptida  yang disebut angiotensin IV. Biasanya peptida-peptida  yang terbentuk ini tidak/kurang  aktif dibandingkan dengan angiotensin II.
Angiotensin II yang disebut juga hipertensin atau angiotonin, menghasilkan konstriksi arteri dan peningkatan tekanan darah sistolik maupun diastolik. Di dalam sel otot polos pembuluh darah, angiotensin II berikatan dengan reseptor G-protein-coupled AT1A, mengaktifkan fosfolipase C, meningkatkan Ca2+ dan menyebabkan kontraksi. Hormon ini merupakan salah satu vasokonstriktor kuat, empat hingga delapan kali lebih aktif daripada norepinefrin pada individu normal, namun kadar plasma angiotensin II tidak cukup untuk menyebabkan vasokonstriksi sistemik. Sebaliknya angiotensin II berperan dalam kardovaskuler bila terjadi kehilangan darah, olahraga dan keadaan serupa yang mengurangi aliran darah ke ginjal.
Efek penting dari angiotensin II  terhadap pengaturan tekanan darah antara lain:
-          Meningkatkan kontraktilitas jantung
-          Mengurangi aliran plasma ke ginjal, dengan demikian meningkatkan reabsorpsi Na+ di ginjal
-          Bersama angiotensin III merangsang korteks adrenal melepaskan aldosteron
-          Menstimulasi rasa haus dan memicu pelepasan vasokonstriktor lain yaitu arginin vasopresin (AVP)
-          Memfasilitasi pelepasan norepinefrin dari pasca-ganglion saraf simpatik.

3 komentar: