Penyakit Lupus
Lupus
dalam bahasa latin berarti “Anjing Hutan”. Istilah ini mulai dikenal sekitar
satu abad lalu. Gejala penyakit ini dikenal sebagai Lupus Eritomatosus Sistemik
(LES) alias Lupus Eritomatosus, artinya kemerahan. Sedangkan sistemik bermakna
menyebar luas ke berbagai organ tubuh. Penyakit ini tidak hanya menyerang
kulit, tetapi juga dapat menyerang hampir seluruh organ yang ada di dalam
tubuh.
(http://www.nusaindah.tripod.2004.com)
Lupus
atau istilah kesehatannya disebut systemic lupus erythematosus adalah sejenis
penyakit auto-imun. Tak seperti penderita penyakit HIV/AIDS yang kehilangan
sistem kekebalan tubuh akibat virus HIV. Sistem kekebalan tubuh atau antibodi
penderita justru hiperaktif dan balik menyerang organ tubuh yang sehat. (Suara
Karya, 21 Mei 2006)
Lupus
juga dikenal dengan penyakit seribu wajah, karena gejalanya bermacam-macam,
dari satu penderita ke penderita lainnya tidak sama sehingga sulit dikenali.
Akibatnya, seringkali terlambat mendiagnosanya.
Penyakit
yang dijuluki "peniru ulung" ini biasa menyerang wanita produktif dan
penderitanya disebut odapus. Meski kulit wajah penderita Lupus dan sebagian
tubuh lainnya muncul ruam-ruam merah dan bercak-bercak merah, penyakit itu
tidak menular.
Sistem
imunitas yang normal biasanya akan menghasilkan protein yang disebut antibodi
yang berguna menjaga tubuh terhadap serangan virus, bakteri, dan benda asing
lainnya. Benda tersebut disebut antigen. Dalam suatu ketidaknormalan fungsi
auto imun seperti lupus, sistem tubuh ini kehilangan kemampuan untuk membedakan
benda asing (antigen) dan jaringan tubuh itu sendiri.
Sistem
imunitas ini kemudian membuat antibodi yang akan menyerang terhadap jaringan
tubuh itu sendiri. Antibodi ini disebut auto antibodi, yang akan bereaksi
dengan antigen dan akan membentuk sistem imun kompleks. Sistem imun kompleks
terjadi di dalam jaringan tubuh akan mengakibatkan inflamasi, luka atau infeksi
jaringan dan sel serta sakit.
Penyakit
lupus tidak bisa dikatakan sebagai penyakit keturunan. Hingga kini, tingkat
jumlah nilai penderita lupus akibat faktor genetik hanya mencapai 10%.
B.
Gejala-gejala atau Diagnosa Penyakit Lupus
1. Gejala-gejala
penyakit lupus
1.1. Gejala
Klinis
Gejala klinis
dan perjalanan penyakit SLE sangat bervariasi. Penyakit dapat timbul mendadak
disertai tanda-tanda terkenanya berbagai sistem dalam tubuh. Dapat juga menahun
dengan gejala pada satu sistem yang lambat laun diikuti oleh gejala terkenanya
sistem imun. Pada tipe menahun terdapat remisi dan eksaserbasi. Remisinya
mungkin berlangsung bertahun-tahun.
Onset penyakit
dapat spontan atau didahului oleh faktor presipitasi seperti kontak dengan
sinar matahari, infeksi virus/bakteri. Obat misalnya golongan sulfa,
penghentian kehamilan dan trauma fisik/psikis. Setiap serangan biasanya disertai
gejala umum yang jelas seperti demam, malaise, kelemahan, nafsu makan
berkurang, berat badan menurun, dan iritabilitas. Yang paling menonjol adalah
demam yang kadang-kadang disertai menggigil.
1.2. Gejala
Muskuloskeletal
Gejala yang
sering pada SLE adalah gejala muskuloskeletal, berupa artritis atau artralgia
(93%) dan seringkali mendahului gejala-gejala lainnya. Yang paling sering
terkena ialah sendi interfalangeal proksimal diikuti oleh lutut, pergelangan
tangan, metakorpofalangeal, siku dan pergelangan kaki. Selain pembengkakan dan
nyeri mungkin juga terdapat efusi sendi yang biasanya termasuk kelas I
(non-inflamasi); kadang-kadang termasuk kelas II (inflamasi). Kaku pagi hari
jarang ditemukan. Mungkin hanya nyeri otot dan miositis.
Artritis
biasanya simetris, tanpa menyebabkan deformitas, kontraktur dan antitosis. Ada
kalanya terdapat nodul reumatoid. Nekrosis avaskular dapat terjadi pada
berbagai tempat, terutama ditemukan pada pasien yang mendapat pengobatan dengan
steroid dosis tinggi. Tempat yang paling sering terkena ialah kaput femoris.
1.3. Gejala
Mukokutan
Pada gejala
ditemukan adanya kelainan kulit, rambut atau selaput lendir ditemukan pada 85%
kasus SLE. Lesi kulit yang paling sering ditemukan pada SLE ialah lesi kulit
akut, subakut, diskoid dan livido retikularis.
Ruam kulit yang
dianggap khas dan banyak menolong dalam mengarahkan diagnosis SLE ialah ruam
kulit berbentuk kupu-kupu (butterfly-rash) berupa eritema yang agak edamatus
pada hidung dan kedua pipi. Dengan pengobatan yang tepat, kelainan ini dapat
sembuh tanpa bekas. Pada bagian tubuh yang terkena sinar matahari dapat timbul
ruam kulit yang terjadi karena hipersensitivitas (photo hypersensitivity). Lesi
ini termasuk lesi kulit akut.
Lesi kulit sub
akut yang khas berbentuk anular. Lesi diskoid berkembang melalui 3 tahap yaitu
eritema, hiperkeratosis dan atrofi. Biasanya tampak sebagai becak eritematosa
yang meninggi, tertutup oleh sisik keratin disertai adanya penyubatan folikel.
Kalau sudah berlangsung lama akan terbentuk sikatriks.
(http://www.medicastore.com.2004)
Ada belasan
gejala yang bisa dialami penderita lupus. Ini tergantung organ tubuh yang
terkena, antara lain nyeri sendi, tulang dan otot, demam berkepanjangan, cepat
lelah, lesu, dan lemas, penurunan berat badan, serta sakit kepala.
Gejala lain
sering sariawan, ruam pada kulit yang memburuk saat terkena sinar matahari,
jika di wajah berbentuk kupu-kupu, anemia, kebocoran ginjal, sakit dada jika
menghirup nafas dalam, rambut rontok, ujung jari berwarna biru pada udara
dingin (fenomena Ray Nauat’s), kejang, stroke, dan keguguran.
Lupus diduga
terkait dengan hormon estrogen, mengingat gejala lupus meningkat menjelang masa
haid. (Kompas, 11 Mei 2007)
2.
Diagnosa Penyakit Lupus
Pada tahun 1982,
para dokter di “The American Rheumatism Association (ARA)” menemukan terdapat
11 gejala serta tanda yang akan membedakan lupus dari penyakit lainnya. Untuk
seorang dokter dapat mendeteksi lupus, seorang pasien harus memiliki paling
tidak 4 atau lebih gejala-gejala di bawah ini selama suatu waktu dari masa
penyakitnya itu berjangkit, diantaranya :
2.1. Ruam (rash)
di daerah malar
Ruam berupa
eritema terbatas, rata atau meninggi, letaknya di daerah malar, biasanya tidak
mengenai lipat nasolabialis.
2.2. Lesi
diskoid
Lesi ini berupa
bercak eritematora yang meninggi dengan sisik keratin yang melekat disertai
penyumbatan folikel. Pada lesi yang lama mungkin terbentuk sikatriks.
2.3.
Fotosensitivitas
Terjadi lesi
kulit sebagai akibat reaksi abnormal terhadap cahaya matahari. Hal ini
diketahui melalui anamnesis atau melalui pengamatan dokter.
2.4. Ulserasi
mulut
Ulserasi di
mulut atau nasofaring, biasanya tidak nyeri, diketahui melalui pemeriksaan
dokter.
2.5. Artritis
Artritis
non-erosif yang mengenai 2 sendi perifer ditandai oleh nyeri, bengkak atau
efusi.
2.6. Serositis
a. Pleuritis :
adanya riwayat nyeri pleural atau terdengarnya bunyi gesekan pleura oleh dokter
atau adanya efusi pleura.
b. Perikarditis
: diperoleh dari gambaran EKG atau terdengarnya bunyi gesekan perikard atau
adanya efusi perikard.
2.7. Kelainan
ginjal
a. Proteinuria
yang selalu > 0,5 g/hari atau > 3+
b. Ditemukan
silinder sel, mungkin eritrosit, hemoglobulin granular, tubular atau campuran
2.8. Kelainan
neurologis
a. Kejang yang
timbul spontan tanpa adanya obat-obat yang dapat menyebabkan atau kelainan
metabolik seperti uremia, ketosidosis, dan gangguan keseimbangan elektrolit.
b. Psikosis yang
timbul spontan tanpa adanya obat-obat yang dapat menyebabkannya atau kelainan
metabolik seperti uremia, ketosidosis dan gangguan keseimbangan elektrolit.
2.9. Kelainan
hematologik
a. Anemia
hemolitik dengan retikulositosis
b. Leukopenia,
kurang dari 400/mm3 pada 2 kali pemeriksaan atau lebih.
c. Limfopenia,
kurang dari 1500/mm3 pada 2 kali pemeriksaan atau lebih.
d.
Trombositopenia, kurang dari 100.000/mm3, tanpa adanya obat yang mungkin
menyebabkannya.
2.10. Kelainan
imunologi
a. Adanya sel
LE.
b. Anti DNA :
antibodi terhadap native DNA (anti-ds DNA) dengan titer abnormal.
c. Anti-Sm :
adanya antibodi terhadap antigen inti otot polos.
d. Uji serologi
untuk sifilis yang positif semu selama paling sedikit 6 bulan dan diperkuat
oleh uji imobilisasi treponemapallidum atau uji fluoresensi absorpsi antibodi
treponema.
2.11. Antibodi
antinuklean
Titer abnormal
antibodi anti nuklean yang diukur dengan cara imunofluoresensi atau cara lain
yang setara pada waktu yang sama dan dengan tidak adanya obat-obat yang
berkaitan dengan sindrom lupus karena obat. (http://www.medicastore.com.2004)
Diagnosis luput
tidak mudah dan tidak ada tes tunggal. Jika penderita mengeluhkan sejumlah
gejala yang mengarah ke lupus, dokter akan minta pemeriksaan laboratorium
terhadap kadar hemoglobin, leukosit dan trombosit juga antibodi seperti
antinuclear antibodi (ANA), anti double stranded DNA (anti-ds DNA), protein C3
dan C4, serta pemeriksaan urine.
(Kompas, 11 Mei
2007)
C. Macam-macam
Penyakit Lupus
Menurut
jenisnya, lupus dibagi menjadi 3 macam yaitu :
3.1. Lupus
Eritematosus Sistemik
Lupus
eritematosus sistemik (lupus eritematosus disseminata) adalah penyakit auto
imun menahun yang menimbulkan peradangan dan bisa menyerang berbagai organ
tubuh, termasuk kulit, persendian, dan organ dalam.
SLE biasanya
lebih parah dibandingkan dengan diskoid. Tipe lupus ini dapat menyebabkan
inflamasi pada beberapa macam organ. Organ yang terkena tidak terbatas pada
gangguan kulit dan sendi, tetapi juga pada organ yang lain seperti sendi,
paru-paru, ginjal, darah ataupun organ atau jaringan lain yang terkena. SLE
pada sebagian orang dapat memasuki masa dimana gejalanya tidak aktif (remisi)
dan pada saat yang lain penyakit ini dapat menjadi aktif (flare).
3.2. Lupus
Eritematosus Diskoid
Lupus
eritematosus diskoid adalah suatu penyakit kulit menahun yang ditandai dengan
peradangan dan pembentukan jaringan parut yang terjadi pada wajah, telinga,
kepala, dan kadang pada bagian tubuh lainnya.
Lesi (kelainan)
kulit ini tampak sebagai bercak kemerahan yang bersisik dan berkeropeng, yang
jika membaik akan meninggalkan jaringan parut berwarna putih. Bagian tengahnya
berwarna lebih terang dan bagian pinggirnya berwarna lebih gelap dari kulit
yang normal.
Jika lesi timbul
di daerah yang berambut (misalnya dagu atau kulit kepala), maka bisa terjadi
pembentukan jaringan parut yang permanen dan kerontokan rambut.
3.3. Lupus Obat
Lupus obat
umumnya berkaitan dengan pemakaian obat hydralazine (obat hipertensi) dan
procarnamide (untuk mengobati detak jantung yang tidak teratur). Hanya saja,
Cuma 4% dari orang yang mengkonsumsi obat-obat itu yang bakal membentuk
antibodi penyebab lupus. Dari 4% itu pun sedikit sekali yang kemudian menderita
lupus.
(http://www.news@indosiar.com)
D.
Penyebab Penyakit Lupus
Penyebab
timbulnya penyakit lupus masih belum diketahui dengan jelas. Meskipun demikian,
terdapat banyak bukti bahwa penyebabnya bersifat multifaktor, dan ini mencakup
pengaruh faktor genetik, lingkungan, dan hormonal terhadap respon imun.
Faktor genetik
memegang peran penting dalam kerentanan serta ekspresi penyakit. Di samping
itu, banyak penelitian yang menunjukkan bahwa banyak gen yang berperan,
terutama gen yang mengkode unsur-unsur sistem imun.
Setelah diteliti
penyebab lupus karena faktor keturunan dan lingkungan. Penyakit ini justru
diderita wanita usia produktif sampai usia 50 tahun. Namun begitu, ada juga
pria yang mengalaminya. Ahli menduga penyakit ini berhubungan dengan hormon
estrogen.
Beberapa faktor
lingkungan yang dapat memicu timbulnya lupus adalah :
1. Infeksi
2. Antibiotik
(terutama golongan sulfa dan penisilin)
3. Sinar
ultraviolet
4. Stress yang
berlebihan
5. Obat-obatan
tertentu
6. Hormon
7. Pemanis
buatan
Meskipun lupus
diketahui merupakan penyakit keturunan, tetapi gen penyebabnya belum diketahui.
Penemuan terakhir menyebutkan tentang gen dari kromosom 1. Hanya 10% dari
penderita yang memiliki kerabat (orangtua maupun saudara kandung yang telah
maupun akan menderita lupus, statistik menunjukkan bahwa hanya sekitar 5% anak
dari penderita lupus yang menderita penyakit ini.
Lupus seringkali
disebut sebagai penyakit wanita walaupun juga bisa diderita oleh pria. Lupus
bisa menyerang usia berapapun, baik pada pria maupun wanita, meskipun
seringkali lebih sering ditemukan pada wanita.
Faktor hormonal
mungkin bisa menjelaskan mengapa lupus lebih sering menyerang wanita.
Meningkatnya gejala penyakit ini pada masa sebelum menstruasi dan selama kehamilan
mendukung keyakinan bahwa hormon (terutama estrogen) memang berperan dalam
timbulnya penyakit ini. Meskipun demikian, penyebab yang pasti dari lebih
tingginya angka kejadian pada masa pra-menstruasi masih belum diketahui.
Kadang-kadang
obat jantung tertentu (hidralazin, prokarnamid dan beta-blocker) menyebabkan
sindroma mirip lupus, yang akan menghilang bila pemakaian obat dihentikan.
(http://www.medicastore.com.2004)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar